"melihat dengan nurani, melayani dengan hati, menyentuh dengan kasih"

Rabu, 11 Juni 2014

Revitalisasi PuskEsmas


STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS : Perlunya Revitalisasi Fungsi Orang Kedua (Second Person)

          Sebelum membicarakan struktur organisasi, sebaiknya yang dibahas terlebih dahulu adalah Kegiatan Puskesmas. Hal tersebut dikarenakan, struktur organisasi dibentuk untuk mewadahi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas. Bisa jadi antara Puskesmas satu dengan Puskesmas lainnya akan sangat berbeda, sesuai dengan kegiatan dan beban kerja Puskesmas.
         Dalam Buku Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, telah diberikan pola struktur organisasi Puskesmas yang dapat dijadikan acuan, yang terdiri dari : Kepala Puskesmas, Tata Usaha, Unit Pelaksana Teknis Fungsional dan Jaringan Pelayanan Puskesmas. Struktur tersebut tidak mengikat, dan masing – masing Kabupaten/Kota dapat menyusun sesuai kebutuhannya dengan tetap memperhatikan fungsi – fungsi dan tujuan dari dibentuknya Puskesmas.
           Dalam bab ini, tidak akan dibahas mengenai struktur organisasi ideal yang seharusnya dimiliki oleh Puskesmas, tapi akan dibahas mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan struktur organisasi Puskesmas. Hal – hal tersebut diantaranya, adalah :
1.    Struktur yang dibentuk hendaknya memperhatikan kegiatan, beban kerja dan tanggung jawab masing – masing Puskesmas. Jadi, bisa berbeda antar Puskesmas satu dengan lainnya. Selama ini kita mengenal struktur organisasi linear untuk Puskesmas secara umum. Pada Puskesmas tertentu, misalnya Puskesmas dengan rawai inap, organisasi linear mungkin akan menyulitkan, karena benar – benar akan memisahkan antara kegiatan dalam gedung dan luar gedung, walaupun masih ada garis koordinasi. Padahal, kedua kegiatan ini hendaknya saling mendukung.
Disamping itu, keterbatasan jumlah tenaga di Puskesmas juga akan menyulitkan bila struktur linear masih dipertahankan. Dalam hal ini, mungkin struktur organisasi matriks lebih memungkinkan. Struktur ini akan lebih fleksibel dalam mengefisienkan tenaga yang tersedia.
2.    Syarat personil yang menduduki struktur organisasi. Kepala Puskesmas. Dalam Keputusan Menteri nomor 128/ 2004, disebutkan bahwa syarat Kepala Puskesmas adalah sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Hal tersebut masuk akal karena kegiatan Puskesmas sebagian besar adalah kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
Tapi tidak boleh dilupakan bahwa Puskesmas adalah pelaksana kegiatan komprehensif yang tidak mengkotak – kotakkan antara pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan. Dua kegiatan yang saling mendukung dan berkaitan satu sama lain. Ada keputusan yang diambil berdasar surveylans epidemiologi maupun situasi medis. Sehingga, sosok Kepala Puskesmas di sini diharapkan orang yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan kesehatan masyarakat, tapi juga mengetahui tentang penyakit dan medis tehnis. Sehingga dapat ditegaskan bahwa untuk menjadi Kepala Puskesmas diharapkan adalah seorang dokter atau sarjana kesehatan masyarakat yang memiliki latar belakang kegiatan teknis medis dan ilmu penyakit, misalnya perawat. Perawat di sini diharapkan memiliki pendidikan lanjutan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
Khusus untuk Puskesmas rawat inap, di mana terdapat pengambilan keputusan terhadap suatu masalah berlatang belakang medis tehnis serta mungkin menjadi rujukan untuk Puskesmas lain di sekitarnya, maka dokter lebih tepat untuk menjadi Kepala Puskesmas.
3.    Revitalisasi orang kedua Puskesmas. Pada manajemen Puskesmas di awal berdirinya, kita mengenal orang kedua. Tidak disebutkan apakah orang kedua ini wakil Kepala Puskesmas atau tidak, tapi dia memegang peran penting untuk membantu Kepala Puskesmas dalam mengelola Puskesmas. Orang kedua ini juga dibekali dengan pelatihan manajemen Puskesmas untuk orang kedua.
Entah sejak kapan, orang kedua ini menghilang, yang jelas saat ini tidak pernah terdengar lagi. Mereka yang dulu mendapat pelatihan sebagai orang kedua juga sudah banyak yang pensiun. Ketidakberadaan orang kedua ini yang menyebabkan banyak kepemimpinan Kepala Puskesmas menjadi dominan. Hal ini sering berefek kurang baik dalam suatu organisasi bila Kepala Puskesmas terlalu dominan. Fungsi orang kedua ini memang diharapkan mampu menjadi mitra Kepala Puskesmas dalam menyelesaikan beban kerja di Puskesmas.
Memang saat ini ada Kepala Tata Usaha. Tapi Kepala Tata Usaha ini sebagian besar tidak menjalankan fungsinya sebagai orang kedua, karena mereka memang tidak dipersiapkan untuk itu. Mereka lebih banyak dibebani dengan tugas administrasi. Sehingga Kepala Tata Usaha ini banyak  diambilkan dari instansi lain yang bukan berlatar belakang kesehatan.
Sebenarnya, sangat mungkin Kepala Tata Usaha ini menjadi orang kedua di Puskesmas. Tapi, karena menjadi orang kedua, mereka harus memahami tentang kesehatan. jadi, alangkah baiknya bila orang kedua ini juga merupakan jabatan karir dan personilnya berlatar belakang kesehatan.
Orang kedua ini juga berperan dalam perencanaan dan evaluasi di tingkat Puskesmas. Untuk itu seharusnya mereka memiliki kemampuan surveylans yang memadai, disamping kemampuan manajemen serta kepemimpinan. Orang kedua ini bukan saingan Kepala Puskesmas, tapi merupakan mitra kerja untuk membagi beban dan tanggung jawab pengelolaan Puskesmas.
4.    Koordinator pada Unit Pelaksana Fungsional Puskesmas. Apabila Puskesmas memiliki jaringan yang berbentuk UPF, maka koordinator di UPF ini sebaiknya pejabat fungsional dan bukan struktural. Ini untuk mengefisienkan kinerja agar lebih tepat sasaran. Juga agar tidak terlalu membebani struktur Puskesmas. Mereka bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas.
Dalam praktek, tentunya tidak semudah teori. Struktur organisasi Puskesmas yang ada selama ini mungkin perlu direvisi agar lebih sederhana, tapi mampu mengemban semua fungsi.  Tapi tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin kan?