Tidak
ada kata mundur. Seperti pepatah dari Tanah kelahiran saya yang tertulis
disetiap perahu Phinisi: “Ku alleangi
Tallanga' Na towalia” yang diterjemahkan
secara bebas menjadi : “Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai” Namun
arti sebenarnya kalimat “Ku alleangi
Tallanga' Na towalia” adalah “Lebih Kupilih Tenggelam
(di lautan) daripada Harus Kembali Lagi (ke pantai)”.
Sebuah
pepatah masyarakat bugis-makassar yang melambangkan keberanian menjalankan
sebuah prinsip dan tentu dengan penuh kearifan dan perhitungan yang
matang.
Ya,
Layar sudah dikembangkan. BPJS Kesehatan harus terus berlayar menempuh
gelombang. Tantangan harus dihadapi dengan cerdas, tabah dan bijaksana.
Tantangan
dan permasalahan pastilah ada. Akar persoalannya harus digali dan dicari
solusinya yang tepat.
Salah
satu masalah yang cukup menonjol ialah mekanisme pengelolaan keuangan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Data terakhir yang diperoleh, saat
ini, di Indonesia terdapat sekitar 9000 Puskemas,158 diantaranya berstatus
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pada tahun 2013 ada tambahan 168 Puskesmas
menjadi BLUD, dan 101 dalam proses pengusulan menjadi BLUD, sebagaimana
dikemukakan oleh Menko Kesra Agung Laksono kepada media massa (MI,
Sabtu 11 Januari 2014).
Dari data tersebut dapat dilihat ternyata bahwa sampai saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia.
99,96%
Puskesmas berstatus non BLUD. Hanya 0.036% telah bersatus BLUD.
Status
Puskesmas mempengaruhi pengelolaan keuangannya.
Pengelolaan
keuangan Puskesmas non BLU tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan Negara
pada umumnya.
Seluruh
pendapatan yang diperoleh Puskesmas harus disetor ke kas daerah. Kemudian
dialokasikan kembali ke Puskesmas sebagai bagian dari Rencana Kerja yang
diusulkan oleh Satuan Unit Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menjadi
induknya.
Boleh
jadi alokasi anggaran yang diterima Puskesmas tidak sesuai dengan skala
prioritas yang telah direncanakan oleh Puskesmas yang bersangkutan.
BLUD LEBIH FLEKSIBEL
Sedangkan
Puskesmas yang berstatus BLUD pengelolaan keuangannya lebih fleksibel.
Fleksibilitas
yang diberikan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Disamping
itu, juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS
serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.
Ketentuan
tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada
umumnya.
Sayangnya,
sebagian besar Puskesmas bersatus non BLU sehingga tidak fleksibel dalam
pengelolaan keuangannya. Berbagai masalah administrative dan procedural
pengelolaan keuangan yang rumit harus dipenuhi.
Akibatnya
dapat menghambat pelayanan kesehatan kepada Peserta program Jaminan
Kesehatan.
Belum
lagi jika dikaitkan dengan peningkatan volume kerja yang tidak sebanding dengan
remunerasi para dokter dan perawat di Puskesmas. Masalahnya
semakin kompleks.
SELURUH PUSKESMAS AKAN DIUBAH STATUS
MENJADI BLUD
Karena
itulah,pemerintah merencanakan seluruh Puskesmas akan diubah statusnya menjadi
BLUD.
Rencana
tersebut dapat dipahami.Karena dengan menjadi BLUD, Puskesmas dapat
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas tanpa
mengutamakan mencari keuntungan.
Namun
demikian, masalahnya ialah bagaimana mempercepat proses pengusulan 8573
Puskesmas untuk memperoleh izin mengelola keuangannya dengan Pola Pengelolaan
Keuangan BLU (PPK BLU) ?
Puskesmas
yang akan diusulkan menjadi BLUD harus memenuhi persyaratan substantif,teknis
dan administrative sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Pasal tersebut
menentukan “Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola
keuangan dengan PPK BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan
administrative”.
Kemudian
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa
Menteri/pimpinan lembaga/ kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang
memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administrative untuk menerapkan PPK
BLU kepada Menteri keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota, sesuai dengan
kewenangannya.
Selanjutnya,
Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota menetapkan instansi pemerintah
yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK BLU.
Banyak
pihak yang terkait dalam proses penetapan Puskesmas menjadi BLUD.
Karena
itu, sinergi diantara para pihak yang terkait diperlukan untuk mempercepat
perubahan status puskesmas menjadi BLUD.
Pekerjaan
besar ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang mantap.
Lebih-lebih
lagi, waktu yang tersedia sangat singkat untuk menyelesaikan proses
pemberian izin kepada Puskesmas untuk menerapkan PPK BLU, agar tidak ada
dualisme status Puskesmas dan pengelolaan keuangannya dapat lebih fleksibel.
Sehubungan
dengan itu, Menko Kesra yang ditugasi oleh Presiden untuk
mengkoordinasikan proses perubahan status Puskesmas menjadi BLUD, menyatakan
segera berkoordinasi dengan para pejabat yang terkait lain.
Dengan
ditetapkannya seluruh Puskesmas menjadi BLUD diharapkan dapat meningkatkan
tanggung jawab seluruh jajaran Puskesmas dalam menyajikan layanan
kesehatan yang menjadi hak Peserta program Jaminan Kesehatan.
Sementara itu, menteri/ pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan
layanan yang hendak dihasilkan.
Dengan
pembagian pertanggung jawaban yang lebih jelas, diharapkan pelaksanaan
pelayanan kesehatan akan lebih baik.
Masing-masing
dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugas pokoknya.-
re-write by.Xander
taken from: jamsos
indonesia page